Membahagiakanmu
Pagi yang cukup cerah ini aku buka dengan melihat senyuman
manis wajahnya walau hanya dibalik sebingkai foto kenang-kenangan saat SMP. Aku
berjalan dengan perlahan, ku mantapkan hati ini untuk menghadapi Ujian Nasional
tingkat SMA hari terakhir, sudah sekitar 6 bulan lebih aku persiapkan semua
untuk masa depanku nanti. Dan inilah hari terakhir aku menjawab LJK kosong itu
dengan kemampuan maksimalku ini.
Bel pun berbunyi, dengan tenang ku baca dan ku pahami semua
isi soal itu sampai selesai. Aku baca hamdalah dan aku keluar dengan perasaan
yang agak “dag-dig-dug”. Setelah LJK yang tadi ku isi sudah selesai, aku
melihat perempuan itu menangis.
"Nisa"
sapaku dengan sedikit aneh.
"Eh,
kamu.." jawab Nisa.
"Kamu
kenapa? Apa pantas pemilik wajah yang cantik harus mengeluarkan air mata yang
begitu banyak?"
"Kamu
gausah gombal, aku lagi sedih nih.. Rey masuk rumah sakit lagi karena
ginjalnya.."
Saat aku mendengar berita itu aku memang turut berduka. Nisa
Kusuma begitulah nama jelasnya. Dia adalah perempuan yang aku suka semenjak
SMP. Tapi sayang, perasaan ini tak pernah tersampaikan karena aku terlalu takut
mendengar kata “kita berteman saja ya” atau ”kamu terlalu baik buat aku”
darinya. Sampai akhirnya dia berlabuh di hati orang lain.
"Nis,
Nisa mau aku temenin jenguk si Rey? Yuk aku juga mau liat keadaan dia..'' hibur
ku.
"Iya
deh... Yuk makasih ya mau temenin aku.."
Setelah sampai di rumah sakit dengan seragam sekolah ini,
Nisa tampak sedih lagi. Dengan pasrah kita berdua hanya bisa melihat Rey dari
balik pintu karena kondisinya masih kritis.
"Nisa
jangan nangis, Rey pasti sembuh kok. Ada aku disini yang selalu nemenin Nisa,
kapanpun. Saat suka maupun duka.." ucapku.
"Makasih
ya.. Kamu selalu ada buat aku dari SMP sampai sekarang, kamu yang selalu
support aku.."
••••
Hari mulai berganti, memang setelah UN berakhir 2 hari yang
lalu, kegiatan sekolah sudah tidak terlalu banyak. Banyak siswa-siswi yang ke
sekolah hanya sekedar melepas penat, bertemu teman-teman lain atau bahkan
pacaran, yah hal yang wajar. Tapi berbeda dengan Nisa saat itu.
"Nisa
kenapa? Masih kepikiran Rey ya?" Sahutku.
"Iya
aku sayang banget sama Rey, dia udah buat aku bahagia selama ini. Aku nggak mau
liat dia gini terus.."
"Udah
Nis udah.. Kita berdoa aja sama Tuhan semoga Rey dikasih kesembuhan. Nanti
kalian bisa bahagia lagi deh berdua.."
Rey
memang belum terlalu mengenal Nisa. Hanya sebulan PDKT, Rey langsung jadian
dengan Nisa dan sekarang sudah terhitung hampir 3 tahun semenjak awal masuk
SMA, walaupun pada waktu itu hatiku tersayat-sayat. Tapi sebagai sahabat yang
setia aku tetap mendukung Nisa.
Untuk menghibur dirinya, aku mengajak Nisa ke tempat dimana
kita berdua sering kunjungi semasa SMP. Memang indah, disana tidak ada siapapun
selain kita berdua.
Lawanlah
daya tarik dari cinta 'jump jump jump' hatiku sedikit...
Belum
selesai nada dering itu habis, Nisa mengangkat telfonku.
"Haloo
ada apa nih?"
Aku
terdiam sejenak beda sekali suaranya ketika di telfon terdengar lebih indah.
Ah, mungkin efek dia baru bangun tidur.
"Haloooooooo..
ada apaa tumben telfon aku?" Tanya nya kesal.
"Eh
iya Nisa, maaf-maaf.. Tadi ngelamunin kamu dulu sih.."
"Apasih
kamu ih, ada apa nih pagi-pagi udah telfon?"
"Hmm..
Gini Nis, mumpung sekarang hari minggu, aku mau ngajak kamu ke tempat kita dulu
sering kesana.. Kamu masih inget kan?"
"Hmm..
Gimana yaa.."
"Ayo
harus mau, biar kamu nggak sedih kepikiran Rey terus.. Ayo mau ya? Aku jemput
jam 7 pagi depan taman biasa? Oke?"
"Hmm..
Iyadeh, aku mandi dulu ya.. Hhehe.."
"Iyaaa,
dandan yang cantik ya .. Ehem.."
"Iyeee..
Cowok tukang gombal.." balasanya sambil tertawa
Dengan motor sport merah ku berinisial “Macan” aku siap
menjemput Nisa di taman seperti biasanya. Rupanya Nisa tepat waktu, dia telah
di tempat itu duluan. Aku terbelalak melihat wajahnya yang manis, rambut nya
yang terurai panjang dan lesung pipitnya yang menggoda. Dia menggunakan rok
hijau selutut dan baju pink yang indah, bagaikan boneka.
Nisa
sedang duduk manis rupanya, aku mendekatinya. Di sisi ujung bangku panjang itu,
ku hela nafasku hilangkan semua perandaian, sampai sekarang dan selamanya
kuingin cintai dirinya selalu.
"Heeei..
Jangan ngelamun dong, yuk jadi kan?" Ucapnya.
"Ayo,
aku kangen banget sama tempat itu.."
"Iyaa,
aku kangen juga nih ke tempat itu.."
"Siap
boneka manis ku, ayo kita berangkat.."
Nisa hanya tersenyum malu, kita berdua berangkat melupakan
semua penat yang ada sambil berbincang di jalan. Kurang lebih 2 jam kami sampai
di tempat. Iya, ini hanyalah sebuah danau yang jernih airnya dipenuhi pepohonan
di sisi danau. Sangat tenang berada disini.
“Gimana?
Masih sama kaya dulu kan tempat ini ?“ tanyaku.
“Iya
nih, nggak ada yang berubah sama sekali, masih indah kayak dulu kita sering
kesini..“
”Ada
satu lagi yang sebenernya nggak berubah..”
“Hah?
Apa emangnya?”
“Cuma
kamu sama aku yang ke tempat ini, nggak ada yang lain..”
“Ih..
Kamu bisa aja..” balasnya malu.
Nisa hanya tersenyum malu, pipinya memerah, lesung pipitnya
terlihat lagi. Aku sangat menyukai tempat ini. Disini aku bisa merasakan
bagaimana rasanya berada di sisi orang yang aku sayang dengan dekat dan lebih
dalam.
“Nis,
aku belum pernah tahu, apa sih impian kamu selama ini setelah lulus sekolah?” tanyaku
tiba-tiba.
“Mau
tahu banget ya kamu?”
“Aku
serius..”
“Sebenernya
sih aku pengen jadi dokter, dokter anak pastinya. Aku suka banget anak kecil..”
Ternyata
impian nya sama mulia denganku, persis malah.
“Kalo
kamu ?” tanya Nisa
.
“Sama
kok kaya kamu, iya dokter tapi dokter umum aja deh biar lebih banyak duitnya.
Hhaha..”
“Selalu
ya kamu.. Hhehe..”
“Eh
tapi Nis, sebenernya impian aku berubah semenjak liat kamu. Aku sangat
menyayangimu aku cinta kamu, aku lebih memilih membahagiakanmu dulu baru kemudian
aku sukses..”
Entah sedang kerasukan apa tubuh ini, kalimat-kalimat yang
sakral untukku sejak lama tiba-tiba keluar begitu saja dengan mulus dan tanpa
kesalahan. Aku malu sebenarnya. Tetapi Nisa hanya diam dan menunduk. Detik demi
detik, menit demi menit, hingga jam berganti, waktu dengan cepatnya aku
habiskan semuanya disini. Aku lupakan semua urusan duniaku sejenak. Aku
bercanda ria, aku tersenyum, bahkan tertawa sampai dicubit. Itu semua aku
lakukan di tempat yang sama dengan suasana yang sama dan orang yang sama.
••••
Setelah sekian lama menunggu hasil pengumuman ujian nasional,
akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Aku dan Nisa mendapatkan nilai yang
memuaskan. Aku tampak gembira karena itu akan membantuku saat mencari kuliah
nanti.
"Nis,
kita lulus loh.. Nilai aku bagus-bagus nih, kalo kamu gimana ? Seneng
kan?" tanyaku.
"Hehe..
Iya selamat ya, aku seneng banget tahu..”
“Gimana
nilai kamu? Sepuluh semua nggak kaya aku?”
“Hah?
Nilai kamu sempurna dong ya? Aku cuman matematika nih yang nggak sepuluh.. Eh,
bentar ya..”
Nisa
mengangkat ponselnya yang berbunyi dan mencari tempat sepi karena disini
terlalu ramai dengan suka cita kelulusan.
Tiba-tiba
ia berlari ke arahku dengan muka bahagia.
“Rey
udah sembuh! Rey udah bisa gerakin tanganya.. Ahh.. Aku seneng banget..”
Ucapnya.
“Iyaa
Nis, aku juga ikut seneng kok..”
“Eh, yaudah ayo kita kerumah sakit sekarang.
Ayo!”
Hampir
2 bulan lebih Rey tidak sadarkan diri dirumah sakit, setelah pengumuman UN itu
aku dan Nisa langsung bergegas ke rumah sakit karena kata Ibu Rey, dia sudah
bisa menggerakan tanganya.
"Tante,
Rey udah sadaar? Ya Tuhan makasih banget.." ucap Nisa.
"Iya
Nisa.. Tadi Rey udah sempet bangun malah, tapi disuruh dokter istirahat
lagi.."
"Tuhkan
Nis, Rey pasti sembuh kok. Udah ya Nisa jangan nangis-nangis lagi. Jelek
tahu.." Ucapku.
"Iyaa..
Ah, aku seneng banget orang yang aku sayang sekarang udah bakalan sehat
lagi.." balasnya tersenyum.
Aku juga senang ketika mendengar Rey sudah siuman dan
melihat wajah Nisa kembali ceria. Waktu berganti sangat cepat. Impianku harus
ku kejar dari sekarang. Mulai setelah kelulusan SMA waktu itu aku langsung
mencari-cari universitas yang sesuai. Sampai akhirnya pencapaianku berhasil.
Aku diterima di UI. Ya, universitas yang sangat dikenal orang banyak.
Aku tidak mengabarkan Nisa sama sekali, yang hanya
difikiranku saat itu, adalah ingin membahagiakan Nisa hidup bersama Rey lagi
tanpa ada aku. Sakit rasanya, tapi aku rela.
Aku
disini memulai kehidupan baru sebagai mahasiswa kedokteran di UI. Ya, cukup
keren karena jurusan ini memang susah dan selalu banyak saingan setiap
tahunnya. Tapi bagiku, semua sudah terlewati. Aku masih di Jakarta, terus
menimba ilmu untuk masa depanku kelak. Dan disana Rey masih dalam tahap
pemulihan. Ibunda Rey selalu mengabariku setiap saat, apapun yang Rey alami,
entah sehat atau kembali kritis lagi. Aku belum sempat menjenguknya kembali
karena mahasiswa kedokteran sepertiku ini selalu sibuk.
Akupun memberanikan diri mengambil hp disebelah meja dekat
tv. Dengan nomor yang berbeda ku telfon Nisa. Ya sahabat baikku sekaligus orang
yang aku dambakan.
"Halo
ini siapa ya?" Tanya Nisa serius.
"Ini
aku, kamu nggak lupa kan?" Jawabku.
"Siapa
sih? Ohhh, yang kemarin-kemarin itu pindah ke Jakarta dan ninggalin aku disini?
Makasih, semoga kamu sukses!”
*Tut
tut tut tut*
Telfon itupun mati. Entah kenapa, Nisa marah sampai seperti
itu kepadaku. Keadaan mulai berbeda saat ini, aku akan di wisuda. Ya walau
hanya 3 tahun. Ah, 3 tahun tidak terasa. Yang biasanya jurusan ini ditempuh 6
tahun, tapi mungkin karena kejeniusanku ini, hanya 3 tahun aku bisa selesaikan
semuanya. Di sana pun Nisa dan Rey sudah hidup bahagia. Aku sudah siap
menyongsong hidup menjadi orang sukses.
••••
Kabar buruk menimpa Rey lagi. Ternyata ginjal Rey yang
satu-satunya itu harus rusak lagi. Ia berhenti menjadi atlit lari semenjak SMA
karena ia mendonorkan satu ginjalnya kepada orang lain. Sungguh mulia.
Akhirnya
aku kembali ke Bandung dan mencoba berbicara langsung dengan Rey di rumah
sakit.
"Lo kenapa sih? Masih aja dipaksain Rey..
Gue nggak mau liat sahabat gue nangis lagi gara-gara lo nya gini terus.."
Ucapku.
"Maaf
ya, gue emang nakal, gue emang gini. Gue minta titip Nisa buat gue ya sob, gue
tau lo sahabatnya dari SMP, lo pasti bisa jaga dia.." balasnya lemas.
"Nggak,
lo harus sembuh. Gue mau liat lo berdua bahagia kaya dulu lagi.."
Aku
berbicara dengan dokter, memang kondisinya sudah parah. Rey membutuhkan
pendonor yang ginjalnya masih sehat agar Rey bisa hidup normal lagi.
"Dokter,
kenapa lagi sama Rey dok? Cerita dok.." Ucap Nisa saat aku sedang
berbicara dengan dokter.
"Sabar
ya nak, Rey nggak apa-apa kok. Cuman kecapekan, sabar kamu harus tenang.."
Aku
langsung menarik Nisa keluar dari ruangan. Ku tenangkan dia, ku usap air mata
nya, ku tarik lesung pipitnya agar ia tersenyum walau harus terpaksa.
"
Nisa kamu sayang Rey banget kan? Jawab.." tanyaku.
"Iya,
aku nggak mau kehilangan Rey. Aku sayang banget sama dia.." balasnya.
"Aku
janji bakal buat kalian bahagia selamanya, aku janji.." ucapku lagi.
Setelah
janji itu, aku pergi dari Nisa.
Pagi
itu cerah. Sekarang Rey sudah sehat dan bisa berjalan lagi. Ginjalnya sudah
sehat dan sudah lengkap. Setelah itu Nisa datang dengan wajahnya yang sumringah
melihat kekasihnya kembali seperti orang biasa. Tetapi tidak dengan Rey.
"Aku
bangga dengan sahabatmu.." ucap Rey dengan raut wajah sedih.
"Siapa?
Dia? Dia kemarin memang datang dan ngobrol gitu sama dokter, emang dia kenapa
sih?”
"Baca
ini, aku malu dengan dia yang bisa menghargai hidup orang lain. Sedangkan aku
sendiri tidak.." ucap Rey sambil memberikan sebuah surat.
Hai
Nisa, hai sahabat
ku yang selama ini aku sayang.. Oya, makasih ya buat waktunya pas kita ke
danau. Itu adalah hal terakhir yang paling indah yang pernah aku lakuin sama
kamu. Aku nggak mau ya lihat kamu nangis dan sedih lagi. Aku mau kamu hidup
bahagia sama Rey. Aku masih ingat janjiku ke kamu, “Sebelum masa depanku
tercapai, aku ingin buat orang yang aku sayang bahagia terlebih dahulu”.
Sekarang aku udah lakuin itu semua buat kamu dan Rey. Dua ginjal ku yang sehat
ini sudah ada di tubuh Rey. Kalau kamu rindu sama aku, pergi aja ke tempat
favorit kita. Tempat terakhir aku bisa ngobrol lepas sama kamu. Mungkin disana
rindumu akan berkurang. Hhehe.. Tapi, anggap aku masih ada ya? Walau hanya
dalam kenangan yang indah. Selamat tinggal Nisa..
Nisa
tergeletak, ia kembali meneteskan air matanya. Rey yang masih sedikit lemas
mencoba menenangkan Nisa yang tersungkur lemas.
"Dia
laki-laki yang baik, kamu beruntung mempunyai sahabat sepertinya Nis.."
ucap Rey.
"Dia
sahabat terbaik aku, dia rela dampingin aku dalam keadaan apapun. Saat sedih
maupun bahagia, dia selalu ada buat aku, bahkan saat kamu sakit selama ini..”
balasnya sambil menangis.
Rey
hanya tersenyum. Ia kembali lagi menjadi manusia yang utuh dan hidup bahagia
dengan Nisa. Dan aku pun baru mengerti, mencintai seseorang adalah sebuah
karunia Tuhan. Menjaganya adalah pengorbanan dan menyayanginya adalah
keteguhan. Nisa akan menangis bahagia melihatku mencapai impianku,
membahagiakannya walau harus menjemput maut..
“Apa yang kita dapatkan akan membuat kita hidup.
Tetapi, apa yang kita berikan akan membuat sebuah kehidupan..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar